Sabtu, 29 Oktober 2011

Sinopsis Man of Honor episode 3 part 1

Sinopsis Man of Honor episode 3 part 1
















Sinopsis Man of Honor episode 3 part 1 :
Yun Jae In mencoba membuka kotak itu, mengamati satu persatu amplop bertuliskan alamat.
Sedangkan Kim Young Gwang masih mencari Jae In, untuk mengucapkan maaf dan terimakasih.

Jae In tersenyum seraya menangis. Ia mendekap surat-surat itu, alamat pengirimnya tertera jelas disana. "Bangunan Myeong Di Jalan, Jung-gu Daerah Seoul, Gim Di Bae." 

"Apakah ini nama ayahku? Ini mungkin adalah nama ayahku. Apakah benar? Jadi ini adalah nama ayahku." ucap Jae In. 
Sedangkan In Woo, ia ketakutan saat melihat ayahnya menjenguknya.
"A.a.. ayah. . Moral apa seperti ini?! Kau tidak berguna. Mulai besok, cari pengacara." ucap ayahnya-Seo Jae Myung.
"Aku mengerti, Presiden." jawab Seo In Cheol.
"Dan anak nakal ini. Tunggu sampai pembengkakan di hidungnya sembuh, kemudian umumkan bahwa dia pensiun dari basebal. Kau bahkan tidak bisa menghindari bola, sehingga hidungmu retak seperti itu. Sudah saatnya Kau menyerah." ayah In Woo melanjutkan kata-katanya.
Karena terlalu takut pada ayahnya, In Woo berubah kejang-kejang. Bagian kepalanya bergerak engga beraturan dan suaranya tergagap-gagap. "T..t..t..t.. tidak. . . !" ucap In Woo tergagap. 

Ayahnya geram. "Tidak! Tidak! Ayah! Ayah! Anak tidak berguna ini, bagaimana kau mengurus dirimu sendiri seperti itu. Apakah tidak ada operasi yang bisa menghentikan gerakan acak dari lehernya? Kau pikir, popularitasmu itu terbangun karenan usahamu sendiri? Semuanya bergantung padaku, semuanya. Entah prestasi apa yang dapat kau andalkan dengan usahamu sendiri."
Seo In Cheol mencoba membela In Woo. "Bagaimana dengan menyelesaikan musim pertandingan ini terlebih dulu?" ucap In Cheol pada Jae Myung.
"Pensiunkan segera ia dari baseball! Karena Kau adalah seorang anak haram, maka Kau harus tahu tempatmu. Jangan membuatku mengatakan hal itu untuk kedua kalinya." jawab Jae Myung pada In Cheol. 
Setelah Jae Myung pergi, In Cheol mencoba menenangkan In Woo. "In Woo.. ."
Tapi, In Woo malah membentaknya, "Jangan mencoba untuk menghiburku. Bahkan jangan mengatakan satu kata pun. Jika kau mengatakan sesuatu aku akan memukulmu."

In Cheol mengerti, ia lalu berkata dan pergi meninggalkan In Woo."Aku ada urusan lain dengan presiden." 
Jae Myung tengah membicarakan tentang masalah perusahaan pada In Cheol.
"Mengapa laporan keuangan yang disertifikasi belum sampai kepadaku? Hal itu sedang dikonfirmasi oleh pihak dewan."
"Aku akan memberikan laporan kepadamu, besok pagi." jawab In Cheol. 
Tapi tiba-tiba, jantung In Cheol terasa sangat sakit. Kata-kata kakek tua saat itu tiba-tiba terngiang di kepalanya, "Entah sampai kau akan menikmati hidup mewah seperti ini. Tidak peduli apakah ini merupakan nasib buruk. . . itu adalah sesuatu yang tak terelakkan." 

Jae In ragu, "Hanya saja, aku sedikit takut. Haruskah aku pergi mencari ayahku, atau aku tidak harus pergi? Jika aku tiba-tiba mencari ayahku, mungkin dia tidak akan terlalu senang tentang itu."
Pengasuh Jae In berkata, "Jae In, semua memiliki alasan, ada alasan kenapa semua makhluk tetap bertahan hidup."


"Alasan?" tanya Jae In.
"Sama seperti batu-batu yang bergulingan di tanah, batu-batu yang ditimpa hujan, ada penjelasan untuk semua ini. Ada alasan juga kenapa kau diberi nama Jae In, alasan kenapa kau dikirim ke panti asuhan, dan sekarang dengan Kau menerima surat-surat ini. Jadi, pergilah dan temui ayahmu. Jangan mencemaskan apapun."


Tapi, tiba-tiba Jae In mendapat telepon dari kepala perawat. Jae In dalam masalah.

Benar saja, Jae In benar-benar dalam masalah.. In Woo yang kali ini membuatnya dalam masalah.


"Aku hanya ingin meminta ruangan ini untuk dibersihkan." ucap In Woo seraya menahan tawanya melihat Jae in dimarahi oleh kepala perawat.
"Oke, kami akan membersihkannya dan juga mengganti seprai anda." ucap kepala perawat pada In Woo.
Kepala perawat lalu menatap sinis pada Jae in, "Aku tidak akan mudah membiarkan Kau pergi kali ini. Kau lebih baik mempersiapkan diri." ucapnya sebelum pergi. 
Jae In merapikan ruangan itu, mengganti seprai dan menata bantal.

In Woo penasaran kenapa Jae In tidak berkata hal yang sebenarnya terjadi, "Mengapa kau tidak menjelaskan kebenarannya. Bahwa kami sedang bertengkar. Dan ada pasien yang tengah sakit parah dan tidak bisa bergerak, dan Kau khawatir kalau pasien itu mungkin akan memburuk kondisinya. Sehingga Kau memercikkan air pada kami untuk menghentikan perkelahian. Jika Kau menjelaskan seperti itu,,, itu mungkin.. Kau akan baik-baik."

Jae In menjawab, "Lagi pula itu bukan hakku juga untuk menyiram air pada pasien."
In Woo mencoba mengconfirmasi mengenai Jae In, "Apakah Kau mungkin kenal dengan orang yang bernama Yun Il Gu?"
Jae In yang sama sekali tidak ingat dengan masa lalunya berkata, " Tidak, aku tidak tahu."
"Apa yang ayahmu lakukan? Aku bertanya padamu, apa yang ia lakukan?" tanya In Woo.
"Mengapa Kau menanyakan itu?" jawab Jae In. Ayah? Ia bahkan belum pernah bertemu ayahnya.

"Aku bertanya apakah Kau memiliki ayah?"
Pertanyaan itu jelas membuat Jae In marah, "Lalu, didunia ini apa ada seseorang yang lahir tanpa ayah?"
"Aku bertanya, apakah dia masih hidup?"
"Ya. Dia masih hidup. " jawab Jae In dengan kesal. "Dia juga tinggal di Seoul. Apa kau jelas? "

"Benar? Lupakan saja. .. Kau pasti bukan Yoon Jae In yang dimaksud. Kau bisa keluar sekarang." suruh In Woo.
"Sangat menjengkelkan." keluh Jae In.
"Aku bilang kau bisa keluar sekarang. Hei, Kau !"
Jae In marah,. "Hei, Kau? Ya, Kau. Kau tinggal di VIP. Mengapa Kau memiliki perilaku seperti itu? Apakah aku mengganggu dan membuatmu marah? Mengapa Kau tidak berbicara dengan bahasa formal? Selalu memerintahkanku untuk melakukan ini, untuk melakukan itu. Mengapa kau menanyakan apakah ayahku masih hidup atau sudah meninggal?"
"Hei, aku Seo In Woo, pemukul terbaik di tim Dragon." jawab In Woo memuji dirinya sendiri.
"Jadi apa? Aku bahkan bukan penggemarmu." jawab Jae In.
"Aku adalah putra Jae Dae Myeong company's, Seo In Woo. Kau benar-benar tidak tahu?"

"Jadi kenapa kalau kau adalah anak dari Seo Jae Myeong? Apa hal itu dapat mengisi perutku dan dapat membeli pakaian untukku? Aku benar-benar tidak tahu di mana otakmu, kau benar-benar sangat lucu. Minggir." jawab Jae In.
Tapi kemudian, In Woo memberikan nomor teleponnya pada Jae In. "Ini nomor teleponku. Apakah kau tidak ingin mengeluh? Kau dapat menghubungiku kapan saja. Ketika saat itu datang, tunggu dan lihatlah. Hal ini dapat dijadikan sebagai makanan untuk mengisi perutmu."

"Apa? Apakah jantung mu berdetak? Kau berada di sini untuk menerima pengobatan. Menggunakan jenis trik ini padaku? Gunakan trick ini pada wanita lain." ucap Jae In seraya menempelkan note nomor telepon itu di baju In Woo.

Tanpa sengaja, Jae In mendengar Young Gwang yang tengah galau.
Young Gwang berbicara dengan dirinya sendiri, "Aku tidak seperti orang bodoh. Terima kasih telah membantuku, berkatmu aku selamat. Mengapa aku tidak mengatakan itu padanya? Jika seperti itu. . . Aku benar-benar akan berlutut dan sujud kepadanya. Ini benar-benar menyebalkan!" ucap Young Gwang tanpa menyadari kalau Jae In tengah mendengarkan apa yang ia katakan.
Kaget melihat kedatangan Jae In yang tiba-tiba, Young Gwang berkata, "Kau. Sejak kapan kau di sana?"  Jae In mengulangi kata-kata Young Gwang, "Aku tidak seperti orang bodoh. Sejak itu. Tapi, apakah itu tulus?"
"Apa?"
"Semua kata-kata yang baru saja kau ucapkan? Untuk berlutut dan bersujud di depanku." Jae In benar-benar antusias dengan hal itu.
"Apakah Kau ingin agar aku benar-benar berlutut di depanmu?" kesal Young Gwang.

"Begitulah. Oke! Dengan kata-katamu. Sebelum Kim Young Kwang berlutut di hadapanku, aku akan menyimpan kata-katanya sebagai balas budi yang tertunda. Aku bisa menggunakan “balas budi yang tertunda” itu kapanpun aku mau, dan bisa dijadikan sebuah pertolongan." Jae In menuliskan kata-kata Young Gwang di dalam handphonenya.
"Apa gunanya menyimpan hal semacam itu?" tanya Young Gwang heran.
"Jika Kau tidak ingin aku untuk menyimpannya. . . lalu, tidak apa-apa jika Kau melakukannya di sini sekarang. Bersujud dan berlutut dihadapanku."

"Apa? Bukankah kau bilang kau benar-benar ingin berterimakasih?" tanya Jae In.
"Keadaanku masih belum membaik, bagaimana aku bisa berlutut dan sujud dihadapanmu? Ah. . . Kau lihat, bergerak sedikit saja sudah terasa sangat sakit." jawab Young Gwang.
"Itu sebabnya, aku menyimpan kata-katamu sebagai utang budi yang aku simpan, mengerti? Kita akan membicarakannya lagi nanti. Pemain bisbol Kim Young Kwang akan berlutut dan bersujud di hadapanku." ulang Jae In.

"Wanita ini… benar-benar…." keluh Young Gwang.
"Jika aku tidak kejam seperti ini, apa aku bisa bertahan hidup seorang diri di dunia yang berbahaya ini?" jawab Jae In.
"Jika tidak uang, apa yang Kau inginkan? Kau ingin menjadi terkenal, sehingga Kau harus berkencan denganku?" terka Young Gwang.
"Kau bukan tipe idealku." jawab Jae In.
"Lalu apa?"
"Home run." Jae In tersenyum. 
"Aku ingin melihat Gim Yeong Kwang secara melakukan home run. Bagaimana tentang hal itu?" ucap Jae In.
"Apakah mungkin? Apakah Kau bodoh? Kau penggemarku, bagaimana bisa kau tidak tau seperti apa kemampuanku?" tanya Young Gwang.
"Aku tahu."
"Karena Kau tahu, lalu mengapa kau meminta hal semacam itu? Apakah kau percaya kalau aku memiliki potensi tersembunyi?"
"Tentu saja Kenapa?!" jawab Jae In dengan bersemangat.
"Atas dasar apa?"
"Itu karena aku penggemarmu." jawab Jae In. 
Karena kejadian kemarin, Kepala perawat memutuskan untuk menghukum Jae In, agar Jae In tidak masuk kerja selama seminggu.

"Aigoo, aku begitu bodoh, begitu bodoh aku selalu ikut campur dalam urusan orang lain, dan akhirnya aku harus menghadapi konsekuensinya.! Bukan hanya aku harus mempersiapkan diri untuk ujian, aku juga harus melakukan refleksi. Selain itu, untuk satu minggu pula." keluh Jae In. 
Waktu seminggu? Ia terus berpikir dan teringat tentang kotak berisi amplop berlamat yang tersimpan di lemarinya. Jae In teringat kata-kata pengasuhnya.. "Ada alasan untuk setiap makhluk hidup untuk eksis. Ada juga alasan bagimu untuk menerima semua surat-surat ini, sekarang."

"Dalam satu minggu, itu waktu yang cukup untuk bertemu dengannya." ucap Jae In.
Young Gwang menanyakan tentang Jae In dan perawat memberitahukan kalau Jae In tengah dihukum sehingga ia tidak bisa masuk kerja selama seminggu.

Young Gwang kesal, ia tau penyebab Jae In mendapat hukuman karena kejadian kemarin.

Young Gwang menemui In Woo. Ia menyalahkan In Woo.

Tapi, perkelahian terhenti karena wartawan berdatangan untuk mereport tentang In Woo.


Seorang pria misterius terus saja memantau Young Gwang. Ia menuliskan di dalam notenya tentang sifat dan karakter Young Gwang yang baru saja ia amati. Dan kali ini, ia menulis.
Kesabaran : nol !
"Kesabaran nol." ucap pria misterius itu. 

Jae In akhirnya datang ke Seol untuk menemui seseorang yang ia kira ayahnya.

Setelah berputar-putar di Seoul dan hampir tersesat, akhirnya ia menemukan alamat yang ia cari.

Meyakinkan dirinya sendiri kalau apa yang lakukan saat ini adalah hal yang benar.

Saat hendak masuk ke dalam rumah itu, para penagih hutang tiba-tiba datang dan mendorong Jae In keluar.

Jae In memperhatikan hal yang tengah terjadi. Para penagih hutang itu terus memojokkan Kim In Bae.

Jae In engga bisa tinggal diam, ia harus melakukan sesuatu.


Seperti, memukul para penagih hutang itu dengan tasnya..

Setelah melakukan hal itu, Jae In ketakutan dan berusaha kabur dari rumah itu.

Tapi, sesampianya di luar, ia malah bertabrakan dengan nenek dan ibu Young Gwang. Semua belanjaan yang mereka bawa terjatuh setelah bertabrakan dengan Jae In.

Kim In Bae mencoba melindungi Jae In. Tapi, Jae In terus saja menjelek-jelekan penagih hutang itu.

Ibu Young Gwang-Park Goon Ja merasa risih melihat sayurannya terinjak-injak oleh para penagih  hutang itu.

Jadilah, perkelahian yang engga terelakkan lagi...

Bersambung Sinopsis Man of Honor episode 3 part 2..

0 komentar:

Posting Komentar

 

2011 Copyright Makal Linux